Friday, November 30, 2018
Tuesday, November 13, 2018
Sebagai mahluk sosial yang hidup selalu berdampingan dan bersinggungan dengan orang maupun kelompok masyarakat baik itu teman, saudara, maupun keluarga, tentu banyak keluputan keluputan dan kekhilafan yang sering terjadi. Jika tidak segera diatasi, singgungan singgungan kecil ini dapat menjadi sebuah masalah besar yang dapat merusak hubungan sosial diantara kita dan masyarakat sekitar.
Sebagai umat islam tentunya kita harus menerapkan prinsip prinsip ajaran islam dalam menangani masalah sosial bertetangga. Islam mengajarkan kita untuk menjadi ummatan wasathon li wadlo’al mizan (umat moderat/penengah untuk menjaga keseimbangan). Kita tentunya ingat tentang Nabi Musa yang mengajarkan ummatnya untuk menjadi kaum yang penyayang, “ketika kamu ditampar dengan tangan kanan, maka balaslah dengan tangan kiri”. Sebagaimana juga Nabi Isa yang mengajarkan ummatnya untuk menebarkan kasih sayang di muka bumi “jika kamu dipukul, maka balaslah dengan senyuman.” Maka Nabi Muhammad mengajarkan kita hal yang serupa “apabila kamu disakiti, kamu punya hak untuk melaporkanya ke hakim, dan biarkan hakim menghukum sesuai syariat yang berlaku. Namun jika kamu memaafkan, maka kamu akan mendapatkan kemulyaan di hadapan Allah SWT”.
Maka dari itu kita sebagai ummat islam harus bisa bijaksana dalam menghadapi masalah sosial bertetangga. Mungkin terlalu jauh rasanya jika kita langsung mengikuti itba’ rosululloh dalam menanggapi masalah sosial bermasyarakat. Kita ingat ketika nabi Muhammad hijrah ke thaif, kala itu beliau ditolak mentah mentah bahkan mengalami penganiayaan fisik dari masyarakat kota thoif hingga tubuh beliau penuh luka. Datanglah malaikat jibril yang ingin menghukum masyarakat thoif dengan menimpakan gunung uhud di kota tersebut. Namun Nabi Muhammad melarangnya seraya berkata “jibril, kita semua tidak tahu kapan Allah akan memberikan hidayahnya, siapa tahu nantinya Allah akan membukakan pintu hidayah bagi mereka atau anak anak mereka kelak.” Sungguh tidak berlebihan rasanya jika dikatakan keputusan Nabi Muhammad tersebut terlalu mulya dan amat berat untuk diikuti secara total, apalagi oleh masyarakat milenial seperti sekarang ini.
Namun jangan khawatir, kami menemukan sedikit cerita tentang bagaimana menanggapi masalah sosial bermasyarakat dan bertetangga oleh abu nawas yang sarat akan nilai filosofi, namun dikemas dengan konyol dan sedikit menggelikan. Begini kisahnya :
Waktu itu abu nawas sedang menggembalakan kambing sambil berfikir keras karena baginda harun arrosyid memberinya tugas yang amat sulit untuk memikirkan ekonomi kerajaan yang sedang merosot akibat kebun kerajaan terkena badai. Tiba tiba di tengah kegalauanya, ada tetangga yang paling suka ikut campur masalah abu nawas datang menghampiri seraya berkata :
Tetangga : “hai abu nawas, kenapa kamu tidak segera pulang”
Abu nawas : “bukan urusanmu”
Tetangga : “tapi tadi ada 2 orang tentara yang membawa sekotak makanan”
Abu nawas : “kalau itu bukan urusanku”
Tetangga : “tapi mereka membawa makanan itu ke rumahmu”
Abu nawas : “maka sekarang hal itu bukan urusanmu”
Silahkan para pembaca untuk menilai sendiri tanggapan abu nawas tersebut dalam menghadapi masalah sosial bertetangga..
Sebagai umat islam tentunya kita harus menerapkan prinsip prinsip ajaran islam dalam menangani masalah sosial bertetangga. Islam mengajarkan kita untuk menjadi ummatan wasathon li wadlo’al mizan (umat moderat/penengah untuk menjaga keseimbangan). Kita tentunya ingat tentang Nabi Musa yang mengajarkan ummatnya untuk menjadi kaum yang penyayang, “ketika kamu ditampar dengan tangan kanan, maka balaslah dengan tangan kiri”. Sebagaimana juga Nabi Isa yang mengajarkan ummatnya untuk menebarkan kasih sayang di muka bumi “jika kamu dipukul, maka balaslah dengan senyuman.” Maka Nabi Muhammad mengajarkan kita hal yang serupa “apabila kamu disakiti, kamu punya hak untuk melaporkanya ke hakim, dan biarkan hakim menghukum sesuai syariat yang berlaku. Namun jika kamu memaafkan, maka kamu akan mendapatkan kemulyaan di hadapan Allah SWT”.
Maka dari itu kita sebagai ummat islam harus bisa bijaksana dalam menghadapi masalah sosial bertetangga. Mungkin terlalu jauh rasanya jika kita langsung mengikuti itba’ rosululloh dalam menanggapi masalah sosial bermasyarakat. Kita ingat ketika nabi Muhammad hijrah ke thaif, kala itu beliau ditolak mentah mentah bahkan mengalami penganiayaan fisik dari masyarakat kota thoif hingga tubuh beliau penuh luka. Datanglah malaikat jibril yang ingin menghukum masyarakat thoif dengan menimpakan gunung uhud di kota tersebut. Namun Nabi Muhammad melarangnya seraya berkata “jibril, kita semua tidak tahu kapan Allah akan memberikan hidayahnya, siapa tahu nantinya Allah akan membukakan pintu hidayah bagi mereka atau anak anak mereka kelak.” Sungguh tidak berlebihan rasanya jika dikatakan keputusan Nabi Muhammad tersebut terlalu mulya dan amat berat untuk diikuti secara total, apalagi oleh masyarakat milenial seperti sekarang ini.
Namun jangan khawatir, kami menemukan sedikit cerita tentang bagaimana menanggapi masalah sosial bermasyarakat dan bertetangga oleh abu nawas yang sarat akan nilai filosofi, namun dikemas dengan konyol dan sedikit menggelikan. Begini kisahnya :
Waktu itu abu nawas sedang menggembalakan kambing sambil berfikir keras karena baginda harun arrosyid memberinya tugas yang amat sulit untuk memikirkan ekonomi kerajaan yang sedang merosot akibat kebun kerajaan terkena badai. Tiba tiba di tengah kegalauanya, ada tetangga yang paling suka ikut campur masalah abu nawas datang menghampiri seraya berkata :
Tetangga : “hai abu nawas, kenapa kamu tidak segera pulang”
Abu nawas : “bukan urusanmu”
Tetangga : “tapi tadi ada 2 orang tentara yang membawa sekotak makanan”
Abu nawas : “kalau itu bukan urusanku”
Tetangga : “tapi mereka membawa makanan itu ke rumahmu”
Abu nawas : “maka sekarang hal itu bukan urusanmu”
Silahkan para pembaca untuk menilai sendiri tanggapan abu nawas tersebut dalam menghadapi masalah sosial bertetangga..
Sunday, November 11, 2018
Selain belajar ilmu nahwu yang tidak kalah penting lagi adalah ilmu shorof atau yg lebih dikenal dengan tasrif. Ini adalah ilmu alat yang digunakan agar kita bisa memahami arti makna kitab kuning.
Tuesday, November 6, 2018
Belakangan ini banyak sekali terjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dipicu karena berbagai faktor. Mulai dari faktor ekonomi, usia, pihak ketiga dll. Sebenarnya sikap laki laki yang baik itu gimanasih? Dan cara memuliakan wanita itu gimanasih?
Penasaran??? Langsung saja tonton video nya. Semoga bermanfaat.
Hidup seseorang itu berbeda beda.
Terkadang hidup kita tidak sesuai harapan kita.
Dan setiap orang menyikapinya juga berbeda beda.
Dalam islam sebenarnya sudah ada tuntunan menyikapi hal tersebut.
Inilah video cara menyikapi hal tersebut menurut islam diambil dari kitab minhajul abidin.
Selamat menyaksikan dan semoga bermanfaat.
Top 5 Popular of The Week
-
Mungkin anda sering mendengarkan kata “bid’ah” baik lewat mesia sosial, televisi, maupun pamflet pamflet di masjid yang kadang berse...
-
Sebelum Rosululloh Muhammad SAW wafat, beliau memeberikan khutbah terakhir dalam haji wada’. Khutbah ini sangat penting karena isinya...
-
Masa masa pubertas yang dialami oleh manusia merupakan sesuatu proses hormonal yang termasuk dalam sunnatulloh atau ketetapan Alllah SWT...
-
Islam merupakan agama yang dibawa untuk misi “rahmatan lil ‘alamin” , yang artinya islam diturunkan untuk membawa keharmonisan, bai...
-
Ini adalah salah satu kreatifitas para santri salah satu pondok pesantren di indonesia. dimana dalam video ini kita bisa melihat k...
-
Nabi Muhammad Sholallohu Alaihi Wasalam merupakan Nabi sekaligus Rosul terakhir yang oleh Allah SWT diutus untuk meneyebarkan Agama I...
-
Sebagai mahluk sosial yang hidup selalu berdampingan dan bersinggungan dengan orang maupun kelompok masyarakat baik itu teman, saudara, m...
-
Belakangan ini banyak sekali terjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dipicu karena berbagai faktor. Mulai dari faktor ekonomi, usia, ...