Masa masa pubertas yang dialami oleh manusia merupakan sesuatu proses
hormonal yang termasuk dalam sunnatulloh atau ketetapan Alllah SWT. Dalam dunia
kedokteran dan biologi, pubertas lebih sering diartikan sebagai suatu keadaan
manusia yang mengalami perubahan baik anatomi, psikologi, maupun hormonal yang
mengarah pada orientasi seksual.
Dalam islam, ada
dua jenis bahasa yang dipakai dalam mengutarakan kedewasaan. Yang pertama
adalah baligh, yang jika dipandang secara terminologi bahasa bisa diartikan
dengan “sampai” yaitu tiba pada suatu masa atau kondisi dimana anak manusia
mengalami perubahan fisik maupun psikologis. Namun dalam beberapa idiom kata
baligh ini lebih sering diartikan dalam hal pendewasaan fisik. Sementara untuk
kedewasaan secara psikologi sering kali disebut dengan mumayiz.
Pada masa masa
tersebut, biasanya para remaja mengalami beberapa perubahan dalam hal
pemikiran, orientasi, dan olah perasaan. Yang kesegalanya tidak terlepas dari
hal hal disekitarnya yang ikut memiliki andil besar dalam proses pendewasaan
tersebut. Baik itu berupa interaksi sosial dengan masyarakat sekitarnya
seperti, anak yang sampai masa remajanya bergaul dengan orang orang religius,
maka kemungkinan besar dia akan mengalami kedewasaan dengan kereligiusan.
Begitu juga seterusnya, tapi ingat bahwa ini bukan keniscayaan, jare wong jowo
“ora ono seng mesti, kejobo pestine gusti”
Salah satu keadaan
saat transisi pola berfikir, orientasi dan olah perasaan, tentunya harus
diwaspadai agar si remaja tidak terjerumus pada pen dewasaan yang salah atau
justru bisa dikatakan “keblinger” seperti pergaulan bebas, narkoba, miras, dan
lain lain. Namun juga tidak dapat dipungkiri bahwa tren yang dibawa oleh
globalisasi telah banyak merubah kebudayaan dan pola hidup masyarakat muda
kita.
Salah satunya
adalah trend pacaran di kalangan para remaja muda mudi islam. Lalu bagaimanakah
islam menanggapi tentang budaya pacaran tersebut ?. apakah islam memperbolehkan
tentang adanya pacaran ?
Arti kata pacaran
secara bahasa sulit ditemukan. Namun nampaknya ada beberapa kesalahan dalam
mengartikan jika nkata pacaran merupakan bahasa indonesia. Misalnya : Makan
> Makanan > memakan. Disini jika disamakan dengan kata “pacar >
pacaran > memacari” maka seharusnya pacar sebagai kata kerja, sementara
pacaran adalah kata benda. Dan dalam contoh kalimat, seharusnya bukan “Budi
sedang pacaran dengan pacarnya” namun yang benar adalah “Budi sedang berpacar
dengan pacaranya”, karena tentu saja yang benar adalah “budi sedang memakan
makananya”. Namun asudahlah, apa sih yang nggak disalah artikan ? uang aja
sering kita salah artikan sebagai kebahagiaan kok.
Jika kita berbicara
tentang hukum pacaran dalam islam, maka kita bisa meninjaunya dari beberapa hal
berikut ini :
1.
Bagaimana
anda mengartikan “pacaran”
Menentukan
hukum dapat ditinjau dari bagaimana anda mengartikan hal tersebut. Jika anda
mengartikan pacaran adalah sebagai suatu kegiatan pra/sebelum nikah untuk
berduaan dan bermesra mesraan, tentu saja hal tersebut bisa dihukumi dengan
dalil “wa la taqrobuzzina”.
2.
Bagaimana
anda meniati kegiatan pacaran.
Setelah
anda menyamakan persepsi tentang pengertian pacaran, maka akan melahirkan di
benak anda apa niat dan tujuan anda berpacaran. Bahkan banyak dari teman teman
yang sudah berspekulasi dan sangat imajiner tentang apa yang akan dilakukan
ketika sudah atau sedang berpacaran. Kecuali jika anda memandang pacaran
sebagai proses untuk saling kenal dan mengamati lawan jenis yang anda harapkan
menjadi pendamping hidup anda, maka besar kemungkinan anda melahirkan niat dan
tujuan untuk mengenal lebih jauh tentang dia dan berusaha sebisa mungkin
menjaganya tanpa membawanya terjerumus ke lembah maksiat.
Saya rasa dua hal
diatas adalah yang paling penting untuk kita jadikan bekal meninjau suatu hukum
dari kegiatan yang kita masih ragu ragu. Namun saran saya, seperti yang
didawuhkan oleh sayyidina Ali bahwa lebih baik kau jaga dirimu dari hal hal
yang engkau masih ragu, dan jangan lupa tanyakan pada gurumu, jangan hanya
modal browsing lalu kau berani
menghukumi segala sesuatu. Karena zamanku tak sama dengan zamanmu anak
muda.(red)
Penulis : Arif Nur
Publisher : Pojok Serambi
No comments:
Post a Comment