Saturday, January 5, 2019

Pacaran Dalam Pandangan Islam

 Masa masa pubertas yang dialami oleh manusia merupakan sesuatu proses hormonal yang termasuk dalam sunnatulloh atau ketetapan Alllah SWT. Dalam dunia kedokteran dan biologi, pubertas lebih sering diartikan sebagai suatu keadaan manusia yang mengalami perubahan baik anatomi, psikologi, maupun hormonal yang mengarah pada orientasi seksual.

Dalam islam, ada dua jenis bahasa yang dipakai dalam mengutarakan kedewasaan. Yang pertama adalah baligh, yang jika dipandang secara terminologi bahasa bisa diartikan dengan “sampai” yaitu tiba pada suatu masa atau kondisi dimana anak manusia mengalami perubahan fisik maupun psikologis. Namun dalam beberapa idiom kata baligh ini lebih sering diartikan dalam hal pendewasaan fisik. Sementara untuk kedewasaan secara psikologi sering kali disebut dengan mumayiz.

Pada masa masa tersebut, biasanya para remaja mengalami beberapa perubahan dalam hal pemikiran, orientasi, dan olah perasaan. Yang kesegalanya tidak terlepas dari hal hal disekitarnya yang ikut memiliki andil besar dalam proses pendewasaan tersebut. Baik itu berupa interaksi sosial dengan masyarakat sekitarnya seperti, anak yang sampai masa remajanya bergaul dengan orang orang religius, maka kemungkinan besar dia akan mengalami kedewasaan dengan kereligiusan. Begitu juga seterusnya, tapi ingat bahwa ini bukan keniscayaan, jare wong jowo “ora ono seng mesti, kejobo pestine gusti”

Salah satu keadaan saat transisi pola berfikir, orientasi dan olah perasaan, tentunya harus diwaspadai agar si remaja tidak terjerumus pada pen dewasaan yang salah atau justru bisa dikatakan “keblinger” seperti pergaulan bebas, narkoba, miras, dan lain lain. Namun juga tidak dapat dipungkiri bahwa tren yang dibawa oleh globalisasi telah banyak merubah kebudayaan dan pola hidup masyarakat muda kita.

Salah satunya adalah trend pacaran di kalangan para remaja muda mudi islam. Lalu bagaimanakah islam menanggapi tentang budaya pacaran tersebut ?. apakah islam memperbolehkan tentang adanya pacaran ?

Arti kata pacaran secara bahasa sulit ditemukan. Namun nampaknya ada beberapa kesalahan dalam mengartikan jika nkata pacaran merupakan bahasa indonesia. Misalnya : Makan > Makanan > memakan. Disini jika disamakan dengan kata “pacar > pacaran > memacari” maka seharusnya pacar sebagai kata kerja, sementara pacaran adalah kata benda. Dan dalam contoh kalimat, seharusnya bukan “Budi sedang pacaran dengan pacarnya” namun yang benar adalah “Budi sedang berpacar dengan pacaranya”, karena tentu saja yang benar adalah “budi sedang memakan makananya”. Namun asudahlah, apa sih yang nggak disalah artikan ? uang aja sering kita salah artikan sebagai kebahagiaan kok.
Jika kita berbicara tentang hukum pacaran dalam islam, maka kita bisa meninjaunya dari beberapa hal berikut ini :
1.      Bagaimana anda mengartikan “pacaran”
Menentukan hukum dapat ditinjau dari bagaimana anda mengartikan hal tersebut. Jika anda mengartikan pacaran adalah sebagai suatu kegiatan pra/sebelum nikah untuk berduaan dan bermesra mesraan, tentu saja hal tersebut bisa dihukumi dengan dalil “wa la taqrobuzzina”.


2.      Bagaimana anda meniati kegiatan pacaran.
Setelah anda menyamakan persepsi tentang pengertian pacaran, maka akan melahirkan di benak anda apa niat dan tujuan anda berpacaran. Bahkan banyak dari teman teman yang sudah berspekulasi dan sangat imajiner tentang apa yang akan dilakukan ketika sudah atau sedang berpacaran. Kecuali jika anda memandang pacaran sebagai proses untuk saling kenal dan mengamati lawan jenis yang anda harapkan menjadi pendamping hidup anda, maka besar kemungkinan anda melahirkan niat dan tujuan untuk mengenal lebih jauh tentang dia dan berusaha sebisa mungkin menjaganya tanpa membawanya terjerumus ke lembah maksiat.
Saya rasa dua hal diatas adalah yang paling penting untuk kita jadikan bekal meninjau suatu hukum dari kegiatan yang kita masih ragu ragu. Namun saran saya, seperti yang didawuhkan oleh sayyidina Ali bahwa lebih baik kau jaga dirimu dari hal hal yang engkau masih ragu, dan jangan lupa tanyakan pada gurumu, jangan hanya modal browsing lalu kau berani  menghukumi segala sesuatu. Karena zamanku tak sama dengan zamanmu anak muda.(red)

Penulis                 : Arif Nur
Publisher              : Pojok Serambi


No comments:

Post a Comment

Top 5 Popular of The Week