Apakah dengan pemberian hak dan kebebasan untuk berekpresi pada wanita seperti saat ini dapat memberikan kontribusi baik terhadap negaranya? Karena wanita memiliki peran penting dalam baik buruknya suatu negara, bahkan diibaratkan wanita adalah tiang negara seperti dalam hadis ini.
اَلْمَرْأَةُ عِمَادُ الْبِلَادِ اِذَاصَلُحَتْ صَلُحَ الْبِلَادُ وَاِذَافَسَدَتْ فَسَدَ الْبِلَادُ (حديث)
“ Wanita adalah tiang negara jika wanitanya baik maka baiklah negara, dan bila wanita buruk maka negara juga ikut buruk”.
Bung Karno juga pernah menyampaikan, “Perempuan Indonesia, kewajibanmu telah terang, sekarang ikutilah dalam usaha menyelamatkan Republik, dan jika Republik telah selamat, ikutilah serta mutlak dalam usaha menyusun Negara Nasional. Janganlah tertinggal pula di dalam usaha menyusun masyarakat berkeadilan sosial dan kesejahteraan sosial. Di dalam masyarakat berkeadilan sosial dan kesejahteraan sosial itulah engkau akan menjadi wanita bahagia, wanita merdeka.
Jadi kualitas wanita lah yang menjadi penentu baik atau buruknya suatu negara, Demokrasi juga memberikan persamaan akses perempuan atas dasar persamaan derajat. Dari sini mari kita lihat keadaan di sekeliling kita saat ini, sudahkan wanita-wanitanya berperilaku baik, atau sebaliknya.
Saya mewawancarai salah seorang teman saya yang statusnya saat ini adalah seorang santri. Santri dari dulu hingga sekarang masih terkenal dengan akhlaknya yang baik, karena mereka hidup di lingkungan pondok dengan berbagai peraturan pondok juga nilai-nilai keislaman yang di aplikasikan di dalamnya. Dari pandangan masyarakat ini, saya ingin membuktikan kebenarannya dengan mengjukan beberapa pertanyaan kepada nara sumber yang bernama “fulanah”.
Peneliti: Aku melihat fulanah bersolek dan dia terlihat agak terburu-buru “mbak, sampean arep nyandi?”. (kak, kamu mau pergi kemana?).
Fulanah: “nyak kelot”. (ke gungung kelud).
Teman sekamar: “Saman wes di enteni t mabak?”. (kamu sudah ditunggu ya kak?).
Fulanah: ”wes ket jam rolas mau sak jane lek ngenteni”. (sebenarnya “dia” sudah dari jam dua belas tadi nunggunya).
Peneliti: ”Sek mbak, sek tak wawancarai dilut ae pumpong saman macak” (sebentar kak, aku wawancarai dulu, mumpung kamu dandan)
(kemudian fulanah duduk tanda bersedia untuk di wawancarai)
Peneliti: “Apakah anda punya pacar?”
Nara sumber:”Iya”
Peneliti:” Apakah anda pernah berboncengan dengan pacar anda”
Nara sumber: “pernah”.
Gambar peneliti sedang mewawancarai nara sumber.
Yang dapat saya simpulakan dari wawancara ini adalah seorang santri saja yang di anggap baik merasa biasa-biasa saja saat berboncengan dengan pacarnya. Beginilah gambaran generasi muda saat ini. Akan tetapi kita juga tidak bisa mengecap buruk semua orang dengan hanya melihat satu orang saja. Jadi kualitas diri itu berasal dari masing-masing individunya. Pergaulan yang bebas seperti itu adalah salah satu perbuatan penyalah gunaan kebebasan wanita untuk berekspresi yang seharusnya dapat digunakan untuk melakukan hal-hal yang lebih produktif dan memajukan bangsa ini.
Untuk memotifasi diri mari kita lihat bagaimana seorang wanita bisa memiliki derajat tinggi seperti R.A Kartini, beliau berjuang memperjuangkan hak perempuan dalam memperoleh pendidikan. Ibu Megawati Soekarno Putri yang pernah menjadi presiden wanita Indonesia pertama. Wanita-wanita tersebut memang memiliki kompetensi di bidangnya dan memiliki daya saing tinggi. Di zaman moderen ini kesempatan wanita terbuka lebar untuk belajar dan berkarya. Tinggal bagaimana mereka memanfaatkannya, ataukah di lalaikan dengan kenikamatan hidupnya dengan gaya hidup yang tidak bermoral dan lupa akan perannya sebagai perempuan tiang negara. Ataukah memilih menjadi wanita yang belajar berkarya dan menjaga akhlaknya demi terbentuknya negara yang baik.
اَلْمَرْأَةُ عِمَادُ الْبِلَادِ اِذَاصَلُحَتْ صَلُحَ الْبِلَادُ وَاِذَافَسَدَتْ فَسَدَ الْبِلَادُ (حديث)
“ Wanita adalah tiang negara jika wanitanya baik maka baiklah negara, dan bila wanita buruk maka negara juga ikut buruk”.
Bung Karno juga pernah menyampaikan, “Perempuan Indonesia, kewajibanmu telah terang, sekarang ikutilah dalam usaha menyelamatkan Republik, dan jika Republik telah selamat, ikutilah serta mutlak dalam usaha menyusun Negara Nasional. Janganlah tertinggal pula di dalam usaha menyusun masyarakat berkeadilan sosial dan kesejahteraan sosial. Di dalam masyarakat berkeadilan sosial dan kesejahteraan sosial itulah engkau akan menjadi wanita bahagia, wanita merdeka.
Jadi kualitas wanita lah yang menjadi penentu baik atau buruknya suatu negara, Demokrasi juga memberikan persamaan akses perempuan atas dasar persamaan derajat. Dari sini mari kita lihat keadaan di sekeliling kita saat ini, sudahkan wanita-wanitanya berperilaku baik, atau sebaliknya.
Saya mewawancarai salah seorang teman saya yang statusnya saat ini adalah seorang santri. Santri dari dulu hingga sekarang masih terkenal dengan akhlaknya yang baik, karena mereka hidup di lingkungan pondok dengan berbagai peraturan pondok juga nilai-nilai keislaman yang di aplikasikan di dalamnya. Dari pandangan masyarakat ini, saya ingin membuktikan kebenarannya dengan mengjukan beberapa pertanyaan kepada nara sumber yang bernama “fulanah”.
Peneliti: Aku melihat fulanah bersolek dan dia terlihat agak terburu-buru “mbak, sampean arep nyandi?”. (kak, kamu mau pergi kemana?).
Fulanah: “nyak kelot”. (ke gungung kelud).
Teman sekamar: “Saman wes di enteni t mabak?”. (kamu sudah ditunggu ya kak?).
Fulanah: ”wes ket jam rolas mau sak jane lek ngenteni”. (sebenarnya “dia” sudah dari jam dua belas tadi nunggunya).
Peneliti: ”Sek mbak, sek tak wawancarai dilut ae pumpong saman macak” (sebentar kak, aku wawancarai dulu, mumpung kamu dandan)
(kemudian fulanah duduk tanda bersedia untuk di wawancarai)
Peneliti: “Apakah anda punya pacar?”
Nara sumber:”Iya”
Peneliti:” Apakah anda pernah berboncengan dengan pacar anda”
Nara sumber: “pernah”.
Gambar peneliti sedang mewawancarai nara sumber.
Yang dapat saya simpulakan dari wawancara ini adalah seorang santri saja yang di anggap baik merasa biasa-biasa saja saat berboncengan dengan pacarnya. Beginilah gambaran generasi muda saat ini. Akan tetapi kita juga tidak bisa mengecap buruk semua orang dengan hanya melihat satu orang saja. Jadi kualitas diri itu berasal dari masing-masing individunya. Pergaulan yang bebas seperti itu adalah salah satu perbuatan penyalah gunaan kebebasan wanita untuk berekspresi yang seharusnya dapat digunakan untuk melakukan hal-hal yang lebih produktif dan memajukan bangsa ini.
Untuk memotifasi diri mari kita lihat bagaimana seorang wanita bisa memiliki derajat tinggi seperti R.A Kartini, beliau berjuang memperjuangkan hak perempuan dalam memperoleh pendidikan. Ibu Megawati Soekarno Putri yang pernah menjadi presiden wanita Indonesia pertama. Wanita-wanita tersebut memang memiliki kompetensi di bidangnya dan memiliki daya saing tinggi. Di zaman moderen ini kesempatan wanita terbuka lebar untuk belajar dan berkarya. Tinggal bagaimana mereka memanfaatkannya, ataukah di lalaikan dengan kenikamatan hidupnya dengan gaya hidup yang tidak bermoral dan lupa akan perannya sebagai perempuan tiang negara. Ataukah memilih menjadi wanita yang belajar berkarya dan menjaga akhlaknya demi terbentuknya negara yang baik.