Friday, June 4, 2021

cerpen : Bersua dengan Mantan Kekasih

 Bersua dengan Mantan Kekasih



Oleh : Raf Soemitro

Terdengar suara dari luar kamar, seseorang memanggilku saat aku menyelam dalam mimpi indah bersama kang mas. “mas, nimas di luar ada teman mu itu lho, segera keluar dari kamar!”, celutak ibuku. Siapakah gerangan yang ingin berjumpa denganku, sedangkan aku masih menyelam dalam mimpi yang mungkin takkan aku jumpai kembali, mungkinkah kang mas yang datang? (dalam hatinya). Terdengar dari kamar, ibu mempersilakan tamuku untuk masuk.

Ibu : silakan masuk nak, nimas masih di kamar (dengan nada halus)

Orang : oh iya bu, makasih 

Suara itu tak mungkin kang masku, aku hafal betul suaranya. Kang masku suaranya lirih nan halus bagaikan gemercik air disungai yang menenangkan hati. Tutur katanya sopan kepada siapapun yang dijumpai. Ah aku semakin penasaran dengan suara itu, ku rapikan rambut ku yang mulai acak-acakan karena baru bangun tidur siang, segera aku kebelakang untuk membasuh mukaku yang kusut bagaikan dihantam rindu dengan kang masku.

Selepas memakai jilbab pemberian kang mas tahun lalu saat ulang tahunku yang ke 21, aku harap hari ini adalah jawaban dari mimpiku tadi, berharap kang masku lah yang datang menemuiku. Kala langit nampak mendung dan gelap seperti hatiku yang merindukan senyum kang mas dan penuh harap berjumpa dengannya.

Ku liwati bilik-bilik rumah dari tempat tidurku untuk berjumpa kang mas (penuh harap). Bilik-bilik rumah yang bagaikan lorong perjalananku bersama kang mas, melewati rintangan jarak rindu yang terus menggerogoti jiwa penuh harap ini. Tiba dimana aku berada di balik dinding pembatas antara ruang tamu dengan ruang keluarga. Mendengar percakapan ibuku dengan seseorang yang terlihat sudah sangat akrab bagaikan anaknya sendiri.

"Mungkinkah ini kang mas, aku harap ini kang mas, namun aku masih ragu kalau itu engkau wahai pujaan hatiku. Aku asing dengan suara orang lain, selain dengungan suara kang mas yang menggema terus dalam telingaku setiap saat", kata ku.

Ku tatap dan melihat siapa yang datang, ternyata itu mantanku dulu saat masih SMA. Dialah laki-laki mulia dan bercahaya seperti matahari, mas Aryasatya Radhitya lengkapnya.

Dialah cahayaku dulu
Dialah matahari yang selalu menyinari hatiku
Saat aku sedang nestapa di hadang duka
Dialah penghangat cintaku, kala aku mulai meredup di terpa angin
Namun akulah yang harus mengalah
Mengalah untuk sahabatku
Ku menepi darinya
Mencari hujan, karna matahari tak sehangat dulu
Biarlah aku kedinginan 
Menggigil karna selimut sudah berpindah lain hati

Aku terkaget dengan kehadirannya, pantas saja ibuku begitu akrab dengannya. Dialah laki-laki yang sedari dulu sudah seperti keluarga di tahta hati keluargaku ini. Namun aku sudah tak bertatap muka dengannya selepas lulus dari SMA. Aku memilih tak sekampus dengannya, meskipun dulu pernah saling mengikrar janji untuk sekampus saat lulus kelak. Aku lebih memilih mengadu di negeri orang untuk melepas dan membuang rasa cinta yang hanya tinggal kenangan.

Nimas : Siang mas, bagaimana kabarmu? (memaksa hati untuk senyum)

Aryasatya Radhitya : Siang nduk, kabarku baik. Bagaimana kabar dan kuliah mu?

Nimas : Alhamdulillah baik mas, ini tinggal menyelesaikan tugas akhir saja hehehe

Aryasatya Radhitya : hehehe, alhamdulillah nduk, semangat aku yakin kamu bisa (sambil tersenyum).

Dalam hati “aku ingat kata-kata itu yang selalu menghiasi kala aku bersamanya dulu, ah aku kembali terlelap dimana aku tak bisa bangkit karna teringat masa lalu yang begitu indah itu”. 

Tiba-tiba lamunanku terhenti, kala ibu kembali menghampiriku dan mas Radhit menyuguhkan dua kopi hitam dan sepiring singkong rebus yang baru diangkat dari tungku di dapur.

“Makasih buk”, sahut mas radhit. Sambil tersenyum, ibu meninggalkanku dan mas radhit di ruang tamu, yang menjadi saksi bisu aku dan mas radhit dulu menikmati kopi dan singkong rebus buatan ibu di ruang tamu, sambil menikmati rintikan hujan yang menghiasi perbincangan dengan mantan kekasihku ini.

Nimas :eh iya, Mas Radhit sendiri bagimana kuliahnya?
Aryasatya Radhitya : alhamdulillah nduk, aku sudah lulus pada semester 7 lalu.

Nimas : wah mas dari SMA sampai sekarang tak berubah, selalu saja paling di depan kalau urusan mencari ilmu hehe.

Aryasatya Radhitya : hahah, yang paling gagal hanya satu nduk, waktu itu. (sambil menatapku)

Nimas : apa itu mas?

Aryasatya Radhitya : paling belakang dan merasa gagal menjaga hati seorang perempuan yang sangat mas sayang.

"Aku tahu mas, yang engkau maksud gagal dalam menjaga hati, adalah menjaga hatiku waktu itu. Aku tak bisa menyalahkanmu, itu bukan kesalahanmu. Akulah yang salah dan merasa gagal menjadi kekasihmu dulu, tak bisa mempertahankan orang yang selalu menyinari hatiku dan memilih mengiklaskan engkau direnggut sahabat dekatku", sahutku dalam hati yang gusar

Aku tak bisa apa-apa waktu itu, aku hanya bisa pasrah atas takdir yang telah di gariskan padaku. Sahbatku sangat mencintaimu sejak aku belum menjadi kekasihmu. Bahkan saat aku sudah menjadi kekasihmu, dia selalu menceritakanmu kala dia bersua denganmu. Aku hanya bisa tersenyum palsu dan tak bisa membalas ceritanya, karna mulutku terasa kaku di hantam pilu, apakah aku harus memperjuangkan atau aku harus mengalah dan pergi tanpa pamit agar engkau  kecewa denganku dan sahabatku bisa memilikimu.

Aryasatya Radhitya : dari dulu engkau tak berubah ya? Selalu ceria dan selalu dikelilingi orang-orang yang menyayangimu.

Nimas : hehehe, harus mas (sambil menyeruput kopi hangat buatan ibu)

Aryasatya Radhitya : Terutama kang mas mu itu, yang selalu kau curahkan dalam bait-bait puisi mu dan selalu di balas olehnya juga dengan puisi yang tak kalah merdu dari bait-bait puisi mu.

Aku tersendat saat meminum kopi, saat terdengar kata-kata itu dari mas radhit. Fikirku bagaimana mas radhit bisa tahu kalau aku sudah punya kekasih sekarang. Sedangkan aku tak pernah bertatap muka dengannya lahi setelah lulus SMA, bahkan no wa, fb, dan ignya aku blokir.

Aryasatya Radhitya : Kamu kenapa nduk?

Nimas : gapapa mas, hanya keget saja hehe

Aryasatya Radhitya : hati-hati nduk, mungkin engkau kaget kenapa aku bisa tahu kekasihmu sekarang, walaupun sedari lulus SMA, kita sudah tak berjumpa lagi.

Nimas : hehehe iya mas, mas kok bisa tahu?

Aryasatya Radhitya :Maaf sebelumnya, meskipun engkau dari dulu hingga sekarang masih memblokir no wa, facebook dan Instagram ku, yang tak ku tahu hingga sekarang alasannya apa.
 
Nimas : hmmm

“Aku sering meminjam akun fb dan ig dari temanku hanya sekedar melihat engkau sekarang sedang apa? dan tak sengaja melihat statusmu fb mu dengannya. Saling membalas dengan syair cinta. Menurutku engkau dengannya adalah pasangan yang sangat serasi”, sahut mas Radhit sambil menundukkan kepala tak berani menatapku.

Dalam hatiku, maaf  ya mas atas perlakuanku dulu. Aku tak tahu kalau sampai sekarang engkau masih seperti dulu. Aku tahu engkau seperti masih mencintai dan mengharapkan aku kembali padamu. Namun engkau berusaha sekuat tenaga menjaga perasaanku sekarang, kau tahu mas kalau aku boleh jujur, meskipun engkau tak sepandai merangkai kata-kata seperti kang masku, engkau tetap berarti dalam hatiku, rasanya aku tak kuat melihat kegelisahan mu, aku merasa salah atas keegoisanku dulu, wanita seperti apa aku ini?.

Harapan dan rindu yang ku bangun dalam mimpi tadi bersama kang mas, seakan-akan pergi kemana. Pertemuanku denganmu ini membuat aku kembali mengenang masa di mana aku bingung harus bagaimana dan akhirnya memutuskan pergi meninggalkanmu tanpa sebab.

Maaf

Tulungagung, 20 Juni 2020

Top 5 Popular of The Week