MEMULIAKAN WANITA DALAM ISLAM (Dengarkan Penjelasan Melalui Vidio Kami)
Memuliakan wanita merupakan salah
satu ajaran dalam Islam. Islam tidak pernah mengekang hak perempuan, bahkan
dalam beberapa hal perempuan memiliki kewajiban yang sama dengan laki-laki seperti
menuntut ilmu. Mereka boleh beraktivitas dan aktif dalam berbagai bidang
pekerjaan. Bahkan di masa Nabi ada yang bekerja sebagai perias pengantin,
perawat, bidan, dan sebagainya.
Islam memperbolehkan perempuan
aktif dalam berbagai kegiatan, bekerja dalam berbagai bidang di dalam maupun di
luar rumahnya selama pekerjaan tersebut dilakukan dalam suasana terhormat,
sopan, serta mereka dapat memelihara agamanya. Perempuan mempunyai hak bekerja
selama pekerjaan itu membutuhkannya, dan norma-norma agama dan susila tetap mereka
jaga.
Sebelum hadirnya Agama Islam,
kondisi perempuan bisa dibilang memprihatinkan. Mereka layaknya sebuah barang
yang boleh diperdagangkan sesuka hati, keberadaan mereka hanya sebagai pemuas
nafsu laki-laki. Konon, bangsa Yunani kuno yang terkenal dengan peradaban dan
filosofinya masih menganggap perempuan sebagai sarana kesenangan belaka. Romawi
bahkan membolehkan seorang ayah atau suami menjual anak perempuan atau
istrinya.
Sama halnya dengan masyarakat Arab
sebelum datangnya Ajaran Islam. Masyarakat Arab bahkan memberikan hak atas
seorang anak laki-laki untuk mewarisi istri ayahnya (selain ibu kandungnya),
perempuan hampir tidak memiliki hak apapun terhadap dirinya, tidak mendapat hak
waris dan tidak berhak memiliki harta benda. Ahli waris bisa menggauli mantan
istri ayahnya, dan mereka bisa menikahkannya dengan siapa saja tanpa harus
menyerahkan mahar.
Pada era itu, perempuan harus
mencari suami sendiri dengan cara melacurkan dirinya. Ada yang dengan cara memasangkan
bendera di atas rumahnya sebagai tanda bahwa dia siap untuk dilacur. Di sisi
lain, jika seorang laki-laki menikahi perempuan dan di kemudian hari sang suami
ada perasaan kurang suka, dia bebas menahan, memboikot dan membuat suasana
supaya istrinya tidak merasa nyaman di sampingnya, tidak pula mencerainya dan
tidak pula menggaulinya. Suami akan melepaskan dan menceraikan istri jika sudah
membayar tebusan yang ditentukan suami.
Begitulah kondisi perempuan
sebelum Islam. Perempuan dianggap hina oleh masyarakat jahiliyah, sehingga
harus dimusnahkan sebagaimana tertulis dalam Alquran; "Dan apabila
seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah
(merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari
orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia
akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke
dalam tanah (hidup-hidup), ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka
tetapkan itu." (QS. An-Nahl: 58).
Islam hadir untuk mengangkat
derajat perempuan bahkan kedudukannya setara dengan laki-laki, tak ada yang
lebih mulia antara yang satu dengan yang lain kecuali hanya ketakwaan dan
keimananya. Wanita memiliki hak yang sama dengan laki-laki sebagaimana ungkapan
Alquran; "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang
beramal, baik laki-laki maupun perempuan" (Q.S. Ali Imran: 93).
Islam memberikan hak perempuan
sedemikian rupa, berhak mendapatkan hak waris bahkan dalam akad nikah pun harus
berdasarkan persetujuan dan restunya, tak boleh ada pemaksaan kehendak, bahkan
bukanlah dianggap perempuan durhaka jika dalam pemilihan jodohnya tidak
mengikuti selera orang tuanya. Artinya perempuan punya hak atas dirinya dalam
menentukan pasangan hidup dan masa depannya selama tidak bertentangan dengan
tuntunan agama. Perempuan juga memiliki hak cerai dengan cara khuluk atau cerai
gugat bahkan ada hak atas harta bersama yang didapat selama pernikahan.
No comments:
Post a Comment