Ekonomi merupakan sebuah aspek dalam tatanan hidup manusia. Kedudukan financial sebagai salah satu faktor penunjang kerap kali dijadikan sebagai “goal” atau tujuan utama, bahkan tujuan akhir dari hidup manusia. Banyak manusia yang rela mengorbankan segalanya demi kepentingan “finance”, bahkan banyak kerusakan dan perpecahan yang ditimbulkan karenanya.
Katakanlah berita “Apem” seharga 80 juta yang baru baru ini viral. Seseorang yang sampai rela menjual harga dirinya demi beberapa lembar rupiah. Apalagi kalau kita ngomongin koruptor koruptor kelas kakap yang tanda tanganya saja seharga miliyaran bahkan triliyunan, mereka rela menukar amanah rakyat demi kepentingan ekonomi, laksana si gundul yang diamanahi membawa wakul berisi ekonomi kesejahteraan rakyat namun disunggi dengan gemblelengan dan akhirnya ngglempang.
Maka tak aneh rasanya jika islam terus mengingatkan umatnya untuk menjauhi cinta dunia, tapi bukan berarti islam anti terhadap sesuatu yang bersifat kebendaan. Namun lebih kepada kehati hatian supaya ummat tidak mendewakan urusan duniawi dan terpecah belah karenanya, atau bisa dikatakan islam ingin mengarahkan harta sebagai orientasi menjadi harta sebagai media atau alat.
Seperti halnya kisah rosululloh muhammad SAW yang hidup serba pas, tidak bermewah mewahan dan tidak pula membiarkan keluarganya dalam kelaparan. Banyak riwayat riwayat tentang kesederhanaan hidup beliau. Manifestasi total terhadap kepentingan sosial dan kepentingan ummat. Seperti halnya ketika beliau menganjurkan kepada sayidah aisyah untuk menambah kuah sup yang beliau masak agar nantinya bisa dibagi ke tetangga yang ikut mencium aroma masakan tersebut.
Banyak orang yang mengira bahkan salah pemahaman dengan konsep zuhud tersebut. Mereka kira islam melarang ummatnya untuk mencari nafkah, mempersulit ummatnya untuk ikut serta dalam sistem perekonomian. Pemahaman ini salah total, islam sangat memperhatikan perihal muamalah, islam begitu detail dalam menjelaskan konsep dan produk produk muamalah seperti syirkah, mudorobah, murobahah, dll yang sekarang implementasinya muncul dalam produk perbankan dan koperasi syariah.
Sebenarnya ada bayak cerita dan tatanan yang telah diatur dan dicetuskan oleh islam sebagai ajaran renaisance sebenarnya, bukan sekedar pencerahan moral yang kolot dan perlu diamandemen seiring perubahan zaman, yang akan kita ceritakan bertahap di kemudian hari.IA
Ekonomi merupakan sebuah aspek dalam tatanan hidup manusia. Kedudukan financial sebagai salah satu faktor penunjang kerap kali dijadikan sebagai “goal” atau tujuan utama, bahkan tujuan akhir dari hidup manusia. Banyak manusia yang rela mengorbankan segalanya demi kepentingan “finance”, bahkan banyak kerusakan dan perpecahan yang ditimbulkan karenanya.
Katakanlah berita “Apem” seharga 80 juta yang baru baru ini viral. Seseorang yang sampai rela menjual harga dirinya demi beberapa lembar rupiah. Apalagi kalau kita ngomongin koruptor koruptor kelas kakap yang tanda tanganya saja seharga miliyaran bahkan triliyunan, mereka rela menukar amanah rakyat demi kepentingan ekonomi, laksana si gundul yang diamanahi membawa wakul berisi ekonomi kesejahteraan rakyat namun disunggi dengan gemblelengan dan akhirnya ngglempang.
Maka tak aneh rasanya jika islam terus mengingatkan umatnya untuk menjauhi cinta dunia, tapi bukan berarti islam anti terhadap sesuatu yang bersifat kebendaan. Namun lebih kepada kehati hatian supaya ummat tidak mendewakan urusan duniawi dan terpecah belah karenanya, atau bisa dikatakan islam ingin mengarahkan harta sebagai orientasi menjadi harta sebagai media atau alat.
Seperti halnya kisah rosululloh muhammad SAW yang hidup serba pas, tidak bermewah mewahan dan tidak pula membiarkan keluarganya dalam kelaparan. Banyak riwayat riwayat tentang kesederhanaan hidup beliau. Manifestasi total terhadap kepentingan sosial dan kepentingan ummat. Seperti halnya ketika beliau menganjurkan kepada sayidah aisyah untuk menambah kuah sup yang beliau masak agar nantinya bisa dibagi ke tetangga yang ikut mencium aroma masakan tersebut.
Banyak orang yang mengira bahkan salah pemahaman dengan konsep zuhud tersebut. Mereka kira islam melarang ummatnya untuk mencari nafkah, mempersulit ummatnya untuk ikut serta dalam sistem perekonomian. Pemahaman ini salah total, islam sangat memperhatikan perihal muamalah, islam begitu detail dalam menjelaskan konsep dan produk produk muamalah seperti syirkah, mudorobah, murobahah, dll yang sekarang implementasinya muncul dalam produk perbankan dan koperasi syariah.
Sebenarnya ada bayak cerita dan tatanan yang telah diatur dan dicetuskan oleh islam sebagai ajaran renaisance sebenarnya, bukan sekedar pencerahan moral yang kolot dan perlu diamandemen seiring perubahan zaman, yang akan kita ceritakan bertahap di kemudian hari.
Publisher: pojok serambi