Sunday, November 27, 2022
Friday, November 25, 2022
Andai Kalian Tahu
Kawula Gusti.
Posisi manusia itu “ngawula” atau menghamba. Maka Sila-1 adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Janji nasional untuk menghamba ke Tuhan. Dalam peradaban Kerajaan, Raja diverifikasi, dikwalifikasi kemudian dipercaya sebagai representasi dari Tuhan. Maka kawula, rakyat, menghamba kepada Raja, sebagai jalan menghamba kepada Tuhan.
Rakyat bisa salah identifikasi, sejarah berisi Firaun sangat banyak. Tetapi tidak bisa lenyap naluri menghamba pada manusia. Ketika masuk era modern kita bilang “mengabdi kepada Negara, Bangsa dan Agama”. Tiga level itu adalah eskalasi menuju penghambaan kepada Tuhan. Rakyat kecil, kaum terpelajar, semua orang-orang hebat, berlomba-lomba menghamba kepada Tuhan melalui jabatan Staf Khusus atau Staf Ahli Presiden atau Menteri, jadi Komisaris BUMN, atau minimal dapat dana untuk proyek penghambaan kepada Tuhan.
NKRI adalah Negara dengan sejumlah fakta kejiwaan dan perilaku Kerajaan. PDIP tetap disinggasanai dan diotoritasi langkah-langkahnya oleh Ratu Mega putri Raja Besar Bung Karno, berikut akan ke cucu beliau. Demokrat akan mencagubkan atau tidak keputusannya di tangan Raja SBY. Demikian juga tipologi perilaku pada Kerajaan-kerajaan lainnya, termasuk mobilisasi dan pencitraan yang berpangkal pada identifikasi “Satria Piningit”, atau juga rintisan Kerajaan Hary Tanoe.
Bangsa Indonesia adalah hamba-hamba Allah yang setia. Bahwa wasilahnya, proses identifikasi dan kualifikasinya untuk menentukan mengabdi kepada Tuhan melalui Raja atau Presiden siapa — bisa keliru, itu persoalan lain. Dan ini bukanlah soal salah atau benar, bukan perkara baik atau buruk. Tetapi jelas ada yang perlu dihitung kembali, dipikirkan ulang, hal-hal yang menyangkut formula pengelolaan kesejahteraan rohani jasmani Bangsa Indonesia.
Kita membutuhkan keselamatan masa depan dengan mempertanyakan kembali “cara pandang, sisi pandang, sudut pandang, jarak pandang dan resolusi pandang, bahkan kearifan pandang”: terhadap NKRI dengan seluruh perangkat hardware maupun software-nya. Bhinneka harus kita tunggalika-kan, bukan memelihara dan memperuncing permusuhan di antara Bhinneka.
Enam ragam pandang di atas berada dalam spektrum sebab pandang dan akibat pandang. Pemerintah merasa traumatik terhadap Islam adalah akibat yang ada sebabnya, terutama dari dunia global. Sikap keras 212 adalah akibat dari sebabnya. HRS, misalnya, bukan Iblis, Jkw atau TK, pun bukan Tuhan. Masing-masing manusia. Semua warga Bhinneka tidak bisa menunda iktikad baik dan kebijaksanaan untuk saling mempelajari sebab akibat dari seluruh yang dialaminya. Tidak bisa masing-masing egois merasa “kamilah Bhinneka Tunggal Ika, yang itu Kaum Intoleran”.
Sila-5 belum kunjung tercapai, ada sebabnya, dan harus dicari di Sila-4: Pemerintahan dan Perwakilan yang kehilangan aspirasi dan rumusan Permusyawaratan. Mesin Sila-4 tidak memproduksi Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Ini mungkin juga akibat dari Sila-3 yang “bikin mesin pemerintahan” Sila-4. Parpol-parpol, Ormas-ormas dan ketokohan-ketokohan nasional mungkin tidak berdiri, berpikir, bersikap dan bertindak NKRI, melainkan menitik-beratkan pada kepentingan diri dan golongannya masing-masing.
Jangan-jangan ini akibar dari sebab yang terletak pada Sila-2: pendidikan pemberadaban manusia Indonesia. Ada tumpukan masalah dan pertanyaan yang sangat serius terhadap dunia kependidikan nasional. Mungkin salah pijakan, salah niat, misalnya bahwa dunia kependidikan bukanlah urusan profesi di mana pelaku-pelakunya mencari nafkah penghidupan. Sebagaimana Pegawai bukanlah profesi, karena nafkahnya dijamin oleh Negara. Sekolah bukan perniagaan, Universitas bukan perusahaan. Sebagaimana juga perlu diarifi kembali bahwa kapitalisme jangan sampai menjadi titik berat pelaksanaan wilayah Pendidikan, Kebudayaan, Kesehatan dan Agama.
Kalau Sila-5 tak tercapai karena kegagalan Sila-4, Sila-4 tidak produktif karena salah pilih oleh Sila-3, kalau Sila-3 bukan Persatuan Indonesia melainkan sumber perpecahan karena disorientasi Sila-2 – mungkin sekali sebab mendasarnya adalah karena seluruh petugas sejarah Bangsa Indonesia ini memang tidak serius dengan Sila-1. Mungkin benar parodi “Keuangan Yang Maha Esa”. Mungkin tak terhitung jumlah penistaan kita semua terhadap Pancasila, Agama dan Tuhan.
ANAK ADOPSI BERNAMA INDONESIA - BANGSA YATIM PIATU (HAL-2)
Indonesia (Kehilangan) Pusaka
Kedua, di antara Bapak Ibu bangsa Indonesia yang Jawa memberi pesan tentang “Sandang Pangan Papan”, “Keris Pedang Cangkul”, “Gundul Pacul”, “Kawula Gusti”, dlsb. Pasti banyak sekali juga pesan-pesan dari nenek moyang Yang Sunda, Yang Minang, Yang Bugis, Yang Batak, Yang Sasak, Yang Madura dan ratusan lainnya yang setelah merdeka semua itu kita sekunderkan, atau bahkan kita remehkan dan kita lupakan. Itu menyebabkan sekarang kita tidak lagi punya “pusaka”, dalam dimensi kejiwaan bangsa maupun dalam penerapan tata sistem, konstitusi dan hukum pengelolaan kebersamaannya.
Sandang Pangan Papan tidak bisa dibalik. Lebih baik tidak makan asal tetap berpakaian. Bukan program makan melimpah dan tak apa telanjang karena pakaiannya dijual, karena martabat dan harga diri digadaikan. Manusia dipinjami hak milik oleh Tuhan: nyawa, martabat dan harta benda. Negara dan Pemerintah bertugas menjaga nyawa, martabat dan harta benda rakyatnya. Orang korupsi tidak terutama kita sesali hilang hartanya, tetapi kita prihatini kehancuran martabat hidup koruptornya. Demikian juga setiap langkah Negara dan Pemerintah: skala prioritasnya adalah nyawa, kemudianmartabat, lantas harta benda.
Keris, Pedang, Cangkul sangat jelas. Rakyat pegang cangkul mencari penghidupan. Pemerintah pegang pedang untuk menjaga keamanan sawah yang dicangkul oleh rakyat. Pejabat tidak boleh menggunakan pedang untuk mencangkul. Pejabat dan pegawai bukan profesi, bukan alat mencari nafkah, sebab penghidupan mereka dijamin oleh Negara. Sementara Negara adalah keris, adalah Pusaka, ia perbawa, aura, hati nurani, ia “kasepuhan”, ia seperti Bapak Sepuh yang kita cium tangan dan lututnya. Karena beliau sudah merdeka dari nafsu terhadap harta benda dan keduniaan. Itu yang bangsa Indonesia sekarang tidak punya dan tidak sadar untuk merasa perlu punya.
Gundul Pacul, anak-anak hapal sampai sekarang. Pemerintah bertugas “nyunggi wakul”, memanggul bakul kesejahteraan rakyat, isinya harus disampaikan ke rakyat. Jangan sambil jelan ke rumah rakyat diambili sendiri isi bakul itu. Apalagi sampai menjual bakul-bakul ke tetangga. Negara mengontrol dan siap menghukum mereka. Tapi Bangsa Indonesia sedang tidak punya Negara kecuali hanya namanya, yang berdiri di depan hanya Pemerintah.
Itupun tidak terdapat tanda bahwa prinsip Ki Hadjar Dewantara, pahlawanan nasional dan Bapak Pendidikan Nasional, dilaksanakan. Kita semakin tidak belajar kepada beliau. Karir adalah “ing ngarsa sung tulada”, berdiri paling depan untuk member teladan. Kemudian meningkat “ing madya mangun karsa”, menyatu dengan rakyat saling dukung mendukung dan menyebar motivasi. Puncak karier adalah “tut wuri handayani”. Orang besar bangsa Indonesia adalah yang berani dan ikhlas berada di barisan paling belakang, m
endorong rakyat untuk terus maju dan berjuang.
ANAK ADOPSI BERNAMA INDONESIA - BANGSA YATIM PIATU
Bangsa Indonesia adalah anak yatim piatu. Tidak punya Bapak yang disegani dan tidak ada Ibu yang dicintai. Saya coba menjelaskan hal ini melalui dua terminologi.
Pertama, ketika lahir, NKRI memang lebih berpikir “membikin sesuatu yang baru” dan kurang berpikir “meneruskan yang sudah ada sebelumnya”. Kita memilih “Sejarah Adopsi” dan tidak merasa perlu menekuni “Sejarah Kontinuasi”. Kita dirikan “Negara” dan “Republik” dengan mengadopsi prinsip, tata kelola, sistem nilai, hingga birokrasi dan hukum.
Kita meneruskan “mesin Belanda” (meskipun dengan memastikan pengambilalihan kepemilikan). Kita tidak mengkreatifi kemungkinan formula yang otentik hasil karya kita sendiri yang merupakan kontinuitas-kreatif dari apa yang sudah dilakukan oleh nenek moyang kita. Sejak merdeka kita memang seolah-olah “sengaja” meninggalkan orangtua kita sendiri. Padahal Belanda sendiri, juga banyak Negara-negara Eropa lain, tetap berpijak pada Kerajaan “orang tua” mereka. Fakta yang itu justru tidak kita adopsi.
Juga tidak belajar kepada Majapahit, umpamanya. Kencanawungu atau kemudian Hayam Wuruk adalah Kepala Negara, Gajah Mada adalah Perdana Menteri. Kepala Negara bikin kebijakan dan sistem kontrol, Perdana Menteri berposisi eksekutif dalam kontrol Negara. Hari ini Kepala Pemerintahan kita adalah juga Kepala Negara. MK, KY, KPK, dll adalah lembaga Negara, tapi faktanya mereka berlaku sebagai lembaga Pemerintah, karena Bangsa Indonesia tidak merasa perlu membedakan antara Negara dengan Pemerintah.
Negara adalah Bapak, Tanah Air adalah Ibu (Pertiwi). Negara adalah Keluarga, Pemerintah adalah Rumah Tangga. Manajemen Rumah Tangga adalah bagian dari manajemen Keluarga. PNS yang diganti namanya menjadi ASN, tidak beralih kesadaran bahwa mereka adalah abdi Negara, yang patuh kepada Undang-Undang Negara. Bukan abdi Pemerintah, yang taat kepada atasan. Kalau anak merasa ia adalah Bapak yang memiliki dan menguasai Ibu, maka sangat banyak pertanyaan yang mencemaskan atas NKRI hari ini dan di masa depan.
Sekarang anak-anak sedang nikmat bertengkar, tidak ada Bapak yang mereka segani, tidak ada Ibu yang mereka cintai. Keluarga kita menjadi sangat rapuh, dan para tetangga mengincar kita, menginflitrasi kita, menusuk masuk ke tanah dan jiwa kita, menggerogoti hak milik kita untuk dijadikan milik mereka.
Anak-anak gugup siang malam, tidak punya waktu yang tenang untuk merumuskan ketepatan pemahaman tentang nasionalisme NKRI, tentang SARA, tentang apa itu Agama sebenarnya. Justru semua itu dijadikan bahan pertengkaran tanpa henti-hentinya. Anak-anak saling men-Qabil dengan merasa Habil. Bangsa Indonesia yatim piatu tiada tara.
Tuesday, November 22, 2022
KEUTAMAAN ISTIQOMAH
Kita (kaum muslimin) juga diperintahkan oleh Allah SWT untuk beristiqamah dalam memegang teguh dan menjalankan agama ini dengan disertai memohon ampun kepada-Nya.
FUNDAMENTALISME TRAGEDI KARBALA
SAYIDINA "KASAN - KUSEN" DAN LAHIRNYA SYIAH
MANUSIA AGAMIS - AGAMA MANUSIA
Religion confession illustration
Manusia dan agama sudah bersentuhan sedari dulu. Dalam diskursus filsafat; memahami manusia dengan sebutan animal rasional (binatang yang berpikir), animal educandum dan animal educable (makhluk yang harus di didik dan dapat di didik), animal symbolicum, (makhluk yang bersimbol).
Dalam bentuk lain, manusia juga sering dinyatakan sebagai homo laguen (makhluk yang pandai menciptakan Bahasa), Homo sapiens (makhluk yang mempunyai budi), homo faber (makhluk yang pandai membuat alat-alat) homo ekonomicus (makhluk yang tunduk pada prinsi-prinsip ekonomi), homo relegius (makhluk yang beragama) dan makhluk yang pandai bersiasat (zoon politicon).
Agama dalam ukuran tertentu menempati ruang instrumental dari kedirian manusia. Namun, bagaimana jika manusia yang tidak sempurna (cacat/istimewa) dapat menerima, mengimani, melakukan satu ajaran agama, bahkan sampai pada level memahami hakikat agama-nya.
Bagaimana kiranya manusia difabel beragama ? Dalam beberapa literatur belum/tidak dibahas mengenai garis epistemologi manusia ini dalam hal keberagamaannya. Bagaimana pengenalannya dengan agama, yakin, kemudian melakukan yang ia imani ? Yang dibicarakan mayoritas berbicara tentang bagaimana satu agama menyikapi/memperlakukan manusia difabel. Bukan cara mereka beragama.
Merujuk UU No 04 tahun 1997, penyandang disabilitas yang dibahasakan dengan istilah penyandang cacat diartikan sebagai setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari: a) penyandang cacat fisik; b) penyandang cacat mental; dan c) penyandang cacat fisik dan mental.
Disabilitas dalam Perspektif Al-Qur’an, Hadits, dan Ulama Mazhab Dalam perspektif Islam, penyandang disabilitas identik dengan istilah dzawil âhât, dzawil ihtiyaj al-khashah atau dzawil a’dzâr: orang-orang yang mempunyai keterbatasan, berkebutuhan khusus, atau mempunyai uzur.
Ditulis Oleh : A. F. Rozi dengan perubahan redaksi
Dipublikasikan : Pojok Serambi
Monday, November 21, 2022
PENYEBAB MASIH JOMBLO / SULIT JODOH
1. Terlalu menutup diri
Tanpa disadari, anda mungkin justru menutup sendiri pintu bagi orang-orang yang ingin mendekati Anda. Anda bisa jadi terlalu cuek dan jutek dengan orang lain, atau tidak memberanikan diri untuk memulai pembicaraan dengan orang-orang di sekitar Anda.Hal ini bisa jadi disebabkan ada trauma di masa lalu yang masih membelenggu sehingga membuat Anda jadi sosok pribadi yang tertutup dan defensif.
2. Terlalu pilih pilih
Anda merupakan sosok yang terlalu pemilih dan menghakimi seseorang. Memiliki kriteria pilihan merupakan hal wajar, namun terlalu kaku dalam menentukan kriteria justru akan menjadi bumerang bagi anda.Mulailah untuk merenungi, hal apa saja yang memang menjadi kriteria prioritas anda, dan hal apa saja yang mungkin bisa anda bangun bersama-sama pasangan. Misalnya jika anda dahulu mengidamkan pasangan yang sudah memiliki mobil, mungkin anda perlu menurunkan ego dan membayangkan berjuang bersama pasangan untuk memperoleh mobil dari usaha bersama.
3. Terjebak dengan trauma masa lalu
Setiap orang tentu memiliki masa lalu, tetapi bukan berarti Anda terjebak terus menerus dalam masa lalu. Masa lalu yang menyakitkan hingga menimbulkan trauma mendalam akhirnya membuat Anda enggan membuka hati untuk siapa pun. Anda jadi takut disakiti dan dikecewakan lagi.Memang tidak mudah untuk move on, tetapi bukan berarti Anda tidak bisa. Semua tentu ada prosesnya, yang paling penting yakini diri Anda sendiri bahwa Anda bisa melupakan segalanya. Jangan pula memiliki pemikiran bahwa semua orang itu sama.Gagal dalam hubungan percintaan merupakan hal yang wajar terjadi. Namun, seharusnya hal tersebut bisa menjadi pelajaran berharga bagi Anda di kemudian hari agar tidak salah lagi dalam mencari tambatan hati.
4. Tidak percaya diri dengan diri sendiri
Anda masih jomblo bisa saja karena merasa tidak percaya diri dengan penampilan dan segala sesuatu yang ada dalam diri Anda. Misalnya, Anda merasa tidak cantik atau tampan, terlalu kurus, terlalu gemuk, wajah terlalu tua, dan lainnya.Hal tersebut yang dapat membuat Anda kesulitan, bahkan enggan membuka diri untuk orang lain. Akibatnya, Anda secara tidak sadar akan berperilaku yang mendorong orang lain semakin menjauh.Maka dari itu, penting untuk mensyukuri dan menghargai diri Anda sendiri. Pasalnya, jika Anda tidak bisa mencintai diri sendiri, maka akan sulit bagi Anda untuk mencintai orang lain serta menemukan orang yang mencintai Anda.
Dalam pandangan syariat Islam, kenapa masih banyak orang yang belum menemukan jodohnya Padahal beragam ikhtiar dan doa sudah dilakukan, ada beberapa penyebab terhalangnya jodoh :
Friday, November 18, 2022
MENGENDALIKAN AMARAH & EMOSI
Apa yang biasa anda lakukan saat sedang marah ?, Mengurung diri di kamar ?, Melampiaskan pada orang di sekitar kita ? Atau merusak barang-barang yang ada di sekitar kita ?
Marah memang wajar dialami oleh setiap manusia, namun cara mengontrol amarah atau emosi yang berlebihan dapat berbeda antar individu. Agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain disekitar, perlu sekali untuk dapat mengontrol atau mengelola emosi dengan baik.
Berikut cara-cara yang dapat kita lakukan agar dapat mengontrol emosi saat marah meledak ;
1. Tenangkan Fisik Anda
Duduklah dan berlatih tarik nafas dalam. Tarik nafas menggunakan diafragma, tahan selama 3 detik dan hembuskan, lakukan berulang. Walaupun menarik nafas dalam tidak dapat meredakan emosi namun setidaknya pikiran akan menjadi lebih tenang dan dalam keaadaan seperti ini keputusan selanjutnya akan lebih tepat dan bijaksana.
2. Ingat Dampak Buruk Melampiaskan Amarah
Pertimbangkan dampak yang terjadi jika amarah tidak terkontrol. Hubungan dengan keluarga, saudara, relasi dan yang lainnya dapat merenggang bahkan hancur ketika amarah tidak terkontrol. Ketika keadaan lebih tenang, pikirkan langkah yang dapat kita ambil dalam suatu masalah.
3. Pahami Jangan berlebihan dalam Melakukan Sesuatu
Sesuatu yang berlebihan tidaklah baik, apalagi emosi berlebihan saat sedang marah. Ketika sedang marah, cobalah untuk tetap tenang dan berfikir dengan jernih. Jangan bereaksi berlebihan ketika sedang marah. Marah boleh namun dengan wajar, sesuaikan dengan permasalahan yang terjadi.
4. Berdoa dan Perbaiki Spiritual Anda
Dalam marah lakukan doa sesuai dengan kepercayaan agar hati menjadi lebih tenang. Berdoa dapat membantu dalam mengontrol emosi. Kepercayaan terhadap Tuhan dapat membuat diri kuat menghadapi suatu masalah, dan berserah vdiri terhadap hasilnya akan membuat hati senantiasa ikhlas.
5. Cari Waktu yang tepat
Pahamilah bahwa berteriak dan menangis adalah hal yang wajar ketika sedang marah. Namun ada kalanya untuk kita dapat mengetahui pula waktu yang tepat untuk mengeluarkannya. Jangan asal melampiaskan emosi sesaat yang akhirnya akan disesali dikemudian hari.
Mengendalikan emosi berbeda dengan meredam emosi, meredam emosi adalah membatasi diri untuk mengekspresikan perasaan. Meredam emosi malah dapat berakibat buruk bagi kesehatan seperti kegelisahan, gangguan tidur, tegang, tubuh dirasa tidak sehat, bahkan depresi.
MENCARI JODOH MENURUT ISLAM
Jodoh, Suami, Istri yang tepat sebagai pendamping hidup merupakan salah satu nikmat besar yang diberikan oleh Allah SWT. Karenanya, sebelum memutuskan menikah, ada baiknya untuk mengetahui terlebih dahulu bagaimana cara menentukan kriteria pendamping hidup yang tepat dan sesuai dengan yariat Islam.
Dijelaskan oleh Abdul Wahid dalam bukunya Meraih Jannah dengan Berkah Ayah, Rasulullah SAW menganjurkan kepada setiap kaum laki-laki yang ingin menikah agar memilih perempuan yang baik akhlaknya, lemah lembut, dan salihah.
Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW; “Perempuan dinikahi karena empat faktor, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka, menangkan (pilihlah) perempuan yang mempunyai agama (yang baik), maka engkau akan beruntung.” (HR. Bukhari, Muslim, Nasa’i, dan Abu Dawud).
Hadits tersebut menjadi salah satu petunjuk cara memilih jodoh yang baik bagi seorang pria Muslim. Di mana ia harus mencari calon istri yang baik menjelaskan empat kriteria perempuan atau calon istri, yaitu dari segi harta, nasab, kecantikan, dan agama.
Kunjungi Youtube Kami : Pojok Serambi
Wednesday, November 16, 2022
TAN KENO KINOYO OPO - TAN KENO KINIRO
Disadur dengan perubahan redaksi dari : Emha Ainun Najib (Cak Nun) "Kabar dari Tuhan"
Tonton Penjelasan Vidio Berikut :
Hakikat ngawulo pada kemakhlukan manusia sebagai sesuatu yang tidak menciptakan dirinya sendiri, melainkan diciptakan, dibikin, diadakan, atau diselenggarakan oleh yang Maha Satu dan Maha Subjek Agung, yang tidak bisa dirumuskan, dilihat, digambar, dirupakan, di-wadag-kan oleh seluruh ilmu dan kemampuan manusia sampai setinggi dan sehebat apapun.
Orang Jawa menyebutnya “tan kinoyo ngopo, tan keno kiniro”. Sang Maha Subjek itu sendiri menyebut Diri-Nya melalui informasi Agama “laisa kamitslihi syai-un”. Kedua kalimat dari Bahasa Jawa dan Arab itu makna substansialnya kurang lebih sama. Atau “la tudrikuHul abshar wa Huwa Yudrikul abshar wa Huwal Lathiful Khobir”. Semua makhluk tidak mampu melihat-Nya, Ia mampu melihat semua makhluk, Ia Maha Lembut dan Maha Menginformasikan.
Mata makhluk, termasuk burung yang spektrum matanya lebih tajam dan detail dibanding manusia, hanya mampu melihat yang wadag dan kasar. Kalaupun dalam kosmos wadag itu ada yang lembut, itu sekadar yang terlembut dari semua yang kasar-kasar. Manusia tidak memiliki alat dan keadaan untuk melihat-Nya. Hanya Sang Maha Subjek itu sendiri yang Al-Lathif, Maha Lembut. Sampai-sampai manusia Jawa menyebut kaum Jin, hantu dan setan dengan “lelembut”.
Berabad-abad dengan penuh cinta dan kesungguhan, manusia mencoba meraba eksistensi-Nya. Ada Manusia menemukan lalu memberi nama atau sebutan sendiri atas hasil rabaannya: Sang Hyang Widhi, Sang Hyang Wenang, Sang Hyang Tunggal, Bhatara ini itu dan sangat banyak hasil “ijtihad” (pencarian kreatif) manusia untuk mencoba menyentuh Maha Kekasihnya.
Bahkan sejarah ilmu dan peradaban ummat manusia membuat kategori-kategori untuk inisial “Dewa” pengelola angin, air dan lautan, pembawa berita langit, pepohonan dan kayu, termasuk pengelola gelapnya sang waktu. Bahkan dalam konsep gunung Merapi orang mengenal Mbah Petruk, Kiai Gringsing, Syekh Jumadil Kubro dan lain-lain.
Yang kemudian disebut “Agama” adalah tatkala Sang Maha Lembut itu menaburkan informasi tentang (sebagian sangat sedikit) Diri-Nya Sendiri. Sehingga berjodoh dengan Al-Lathif, Sang Maha Lembut, Ia juga Yang Maha Mengabarkan, Al-Khobir. Para wartawan tidak bisa meliput Tuhan, para ilmuwan tidak punya metodologi untuk melakukan riset atas Sang Maha Subjek.
Satu-satunya kemungkinan untuk mengenal-Nya adalah Ia sendiri yang bermurah hati menginformasikan kepada manusia tentang Diri-Nya. Bahwa ia “Ahad”, Tunggal. Bahwa Ia “Shomad”, tempat bergantung semua makhluk. Bahwa ia “lam yalid wa lam yulad”, mustahil beranak dan diperanakkan – karena hal itu akan membuat peradaban ummat manusia kehilangan logika wujud, terserimpung oleh hakikat wujudnya sendiri sehingga tak akan menemukan formula sistem peradabannya, kebudayaannya, fisika dan metafisikanya, natural dan supranaturalnya.
Manusia memerlukan “kabar dari Tuhan”, sebab sangkan paran-nya sendiri diliputi kegelapan ilmu dan pengetahuan.
Tuesday, November 15, 2022
MEMULIAKAN WANITA DALAM ISLAM (Dengarkan Penjelasan Melalui Vidio Kami)
Memuliakan wanita merupakan salah
satu ajaran dalam Islam. Islam tidak pernah mengekang hak perempuan, bahkan
dalam beberapa hal perempuan memiliki kewajiban yang sama dengan laki-laki seperti
menuntut ilmu. Mereka boleh beraktivitas dan aktif dalam berbagai bidang
pekerjaan. Bahkan di masa Nabi ada yang bekerja sebagai perias pengantin,
perawat, bidan, dan sebagainya.
Islam memperbolehkan perempuan
aktif dalam berbagai kegiatan, bekerja dalam berbagai bidang di dalam maupun di
luar rumahnya selama pekerjaan tersebut dilakukan dalam suasana terhormat,
sopan, serta mereka dapat memelihara agamanya. Perempuan mempunyai hak bekerja
selama pekerjaan itu membutuhkannya, dan norma-norma agama dan susila tetap mereka
jaga.
Sebelum hadirnya Agama Islam,
kondisi perempuan bisa dibilang memprihatinkan. Mereka layaknya sebuah barang
yang boleh diperdagangkan sesuka hati, keberadaan mereka hanya sebagai pemuas
nafsu laki-laki. Konon, bangsa Yunani kuno yang terkenal dengan peradaban dan
filosofinya masih menganggap perempuan sebagai sarana kesenangan belaka. Romawi
bahkan membolehkan seorang ayah atau suami menjual anak perempuan atau
istrinya.
Sama halnya dengan masyarakat Arab
sebelum datangnya Ajaran Islam. Masyarakat Arab bahkan memberikan hak atas
seorang anak laki-laki untuk mewarisi istri ayahnya (selain ibu kandungnya),
perempuan hampir tidak memiliki hak apapun terhadap dirinya, tidak mendapat hak
waris dan tidak berhak memiliki harta benda. Ahli waris bisa menggauli mantan
istri ayahnya, dan mereka bisa menikahkannya dengan siapa saja tanpa harus
menyerahkan mahar.
Pada era itu, perempuan harus
mencari suami sendiri dengan cara melacurkan dirinya. Ada yang dengan cara memasangkan
bendera di atas rumahnya sebagai tanda bahwa dia siap untuk dilacur. Di sisi
lain, jika seorang laki-laki menikahi perempuan dan di kemudian hari sang suami
ada perasaan kurang suka, dia bebas menahan, memboikot dan membuat suasana
supaya istrinya tidak merasa nyaman di sampingnya, tidak pula mencerainya dan
tidak pula menggaulinya. Suami akan melepaskan dan menceraikan istri jika sudah
membayar tebusan yang ditentukan suami.
Begitulah kondisi perempuan
sebelum Islam. Perempuan dianggap hina oleh masyarakat jahiliyah, sehingga
harus dimusnahkan sebagaimana tertulis dalam Alquran; "Dan apabila
seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah
(merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari
orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia
akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke
dalam tanah (hidup-hidup), ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka
tetapkan itu." (QS. An-Nahl: 58).
Islam hadir untuk mengangkat
derajat perempuan bahkan kedudukannya setara dengan laki-laki, tak ada yang
lebih mulia antara yang satu dengan yang lain kecuali hanya ketakwaan dan
keimananya. Wanita memiliki hak yang sama dengan laki-laki sebagaimana ungkapan
Alquran; "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang
beramal, baik laki-laki maupun perempuan" (Q.S. Ali Imran: 93).
Islam memberikan hak perempuan
sedemikian rupa, berhak mendapatkan hak waris bahkan dalam akad nikah pun harus
berdasarkan persetujuan dan restunya, tak boleh ada pemaksaan kehendak, bahkan
bukanlah dianggap perempuan durhaka jika dalam pemilihan jodohnya tidak
mengikuti selera orang tuanya. Artinya perempuan punya hak atas dirinya dalam
menentukan pasangan hidup dan masa depannya selama tidak bertentangan dengan
tuntunan agama. Perempuan juga memiliki hak cerai dengan cara khuluk atau cerai
gugat bahkan ada hak atas harta bersama yang didapat selama pernikahan.
Wednesday, November 9, 2022
Pengertian Hukum Islam, Fungsi Hukum Islam, Tujuan Hukum Islam, Karakteristik Hukum Islam
Kunjungi Kami di YouTube
Pengertian Hukum Islam
Hukum islam menurut ulama fiqih, dipahami sebagai "segala perbuatan yang harus dkerjakan menurut syariat Islam". sementara jumhur Ulama Ushul berpendapat bahwa "hukum islam merupakan tata cara hidup mengenai doktrin syariat dengan perbuatan yang diperintahkan maupun yang dilarang". Hasby A.S dalam bukunya (Pengantar Hukum Islam) menyatakan dalam pendapatnya mengenai hukum Islam ialah segala daya upaya yang dilakuakan oleh seoarang muslim dengan mengikutsertakan sebuah syariat Islam yang ada.
Fungsi Hukum Islam
Hukum Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya. Tetapi juga mengatur hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain dalam masyarakat, manusia dengan benda, hingga manusia dengan lingkungan hidupnya. Adapun fungsi hukum Islam adalah:
Fungsi Ibadah
Fungsi utama hukum Islam adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Hukum Islam adalah ajaran Allah yang harus dipatuhi umat manusia, dan kepatuhannya merupakan ibadah yang sekaligus juga merupakan indikasi keimanan seseorang. Contoh melaksanakan sholat, puasa, zakat, dan melakukan kegiatan didasari ibadah.
Fungsi Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Dari fungsi inilah dapat dicapai tujuan hukum islam, yakni mendatangkan kemaslahatan (manfaat) dan menghindarkan kemadharatan (sia-sia) baik di dunia maupun di akhirat.
Fungsi Zawajir
Adanya sanksi hukum mencerminkan fungsi hukum islam sebagai sarana pemaksa yang melindungi umat dari segala perbuatan yang membahayakan.
Fungsi Tandhim wa Islah al-Ummah
Sebagai sarana untuk mengatur sebaik mungkin dan memperlancar interaksi sosial.
Jika disederhanakan dari beberapa poin di atas, tujuan dan fungsi hukum Islam adalah untuk kemaslahatan hidup manusia baik jasmani maupun rohani. Mengatur pula hubungan antar sesama makhluk hidup.
Tujuan Hukum Islam
Allah S.W.T menurunkan agama Islam dengan tujuan yang tak lain lagi agar terwujudnya kemaslahatan manusia, begitu juga dengan hukum Islam. Menurut Abu Zahroh, Hukum Islam memiliki tujuan sebagai berikut :
Menjadikan manusia yang bijaksana dan penuh kebajikan dalam menjalankan kehidupan serta bermanfaat bagi orang lain.
Menegakkan suatu keadilan dari intenal maupun eksternal. karena agama Islam tidak ppernah membedakan manusia dari segi suku, agama, keturunan. kecuali tingkat taqwa pada-NYA
Mewujudkan kemaslahatan yang baik dan menjauhi hawa nafsu yang dapat menjadikan suatu kerugian untuk dirisendiri dan orang lain.
Abu Ishaq al Shatibi dalam kitabnya “Al-Muwafaqot” merumuskan lima tujuan hukum islam yaitu:
Memelihara Agama (Hifdz Ad-Din)
Hukum islam memelihara atau melindungi agama bukan tanpa sebab. Seperti yang sudah jamak diketahui, agama adalah pedoman hidup dari manusia.
Memelihara Jiwa (Hifdz An-Nafs)
Lalu memelihara jiwa, karena hukum Islam wajib memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya.
Memelihara Akal (Hifdz Al’Aql)
Ini juga merupakan sesuatu yang penting menurut hukum islam, karena dengan mempergunakan akalnya, manusia akan dapat berfikir tentang Allah, alam semesta, dan dirinya sendiri.
Memelihara Keturunan (Hifdz An-Nasb)
Di dalam poin ini, hukum Islam mempunyai tujuan agar kemurnian darah dapat dijaga dan kelanjutan umat manusia dapat diteruskan.
Memelihara Harta (Hifdz Al-Maal)
Ini merupakan tujuan hukum Islam yang terakhir yang merupakan pemberian Tuhan kepada manusia, agar manusia dapat mempertahankan hidup dan melangsungkan kehidupannya.
D. Karakteristik Hukum Islam
Hukum Islam adalah hukum yang mempunyai karakteristik berbeda dengan ilmu hukum lainnya, Karakter tersebut berupa ketentuan yang tidak berubah-ubah, dimana hukum Islam bersifat takamul (sempurna), wasatiyah (seimbang, harmonis), harakah (bergerak dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman).
Adapun karakteristik hukum Islam secara lebih terperinci meliputi:
Hukum Islam berdasarkan pada Wahyu ilahi.
Hukum Islam bersifat komprehensif.
Hal yang selalu ditekankan dalam hukum Islam ialah moral dan akhlak yang baik dan berkulitas.
Hukum Islam memiliki orientasi kolektif.
Dalam hukum Islam yang dibicarakan ialah haram dan halalnya dari segi manapun.
hukum Islam memiliki dan memberikan sanksi pada pelanggar hukum Islam, sanksi tersebut berupa sanksi di dunia dan di akhirat.
Top 5 Popular of The Week
-
Mungkin anda sering mendengarkan kata “bid’ah” baik lewat mesia sosial, televisi, maupun pamflet pamflet di masjid yang kadang berse...
-
Sebelum Rosululloh Muhammad SAW wafat, beliau memeberikan khutbah terakhir dalam haji wada’. Khutbah ini sangat penting karena isinya...
-
Masa masa pubertas yang dialami oleh manusia merupakan sesuatu proses hormonal yang termasuk dalam sunnatulloh atau ketetapan Alllah SWT...
-
Islam merupakan agama yang dibawa untuk misi “rahmatan lil ‘alamin” , yang artinya islam diturunkan untuk membawa keharmonisan, bai...
-
Ini adalah salah satu kreatifitas para santri salah satu pondok pesantren di indonesia. dimana dalam video ini kita bisa melihat k...
-
Nabi Muhammad Sholallohu Alaihi Wasalam merupakan Nabi sekaligus Rosul terakhir yang oleh Allah SWT diutus untuk meneyebarkan Agama I...
-
Sebagai mahluk sosial yang hidup selalu berdampingan dan bersinggungan dengan orang maupun kelompok masyarakat baik itu teman, saudara, m...
-
Belakangan ini banyak sekali terjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dipicu karena berbagai faktor. Mulai dari faktor ekonomi, usia, ...